Feeds RSS
Feeds RSS

Sabtu, 30 November 2013

Sang Angsa dan Keluarga Rubah

Seekor Angsa penunggu kolam di tengah hutan terbangun tiba-tiba di suatu subuh. Di depannya tampak sekeluarga rubah yang menangis kacau. Salah seorang dari rubah itu terluka kakinya. Si rubah yang sakit meringis kesakitan. Rubah-rubah yang lain tak tahu harus berbuat apa. Angsa adalah satu-satunya tabib di hutan itu. Angsa ingat ada tanaman di sisi selatan hutan yang bisa menyembuhkan luka si rubah. Ia mohon diri pada keluarga rubah yang masih panik. Ia terbang rendah ke luar hutan, mengambil beberapa helai daun obat dan kembali ke tempat keluarga rubah. Ia memohon izin untuk membantu si rubah malang. Beberapa keluarga rubah masih sibuk menangis bersama si rubah yang terluka. Angsa menaruh tanaman obat itu di kaki si rubah.
Selama beberapa hari, Angsa merawat si rubah yang terluka. Hingga hari ke sepuluh, si rubah sudah dapat berjalan lagi seperti semula. Keluarga rubah benar-benar bahagia. Mereka pergi setelah mengucapkan terima kasih pada sang angsa.
Baru beberapa jam keluarga rubah itu berjalan, tiba-tiba segerombolan singa datang menerkam mereka. Keluarga rubah berlari menyelamatkan diri. Sialnya, yang tertangkap adalah rubah yang kakinya baru saja sembuh. bukan karena ia berlari paling akhir, tapi karena kebetulan salah seekor singa berhasil menangkapnya. Setelah satu rubah tertangkap, Singa berhenti mengejar yang lain. Keluarga rubah kembali berduka. Dalam duka yang dalam, mereka kembali ke tengah hutan.
Di tengah jalan, keluarga rubah bertemu dengan tuan kancil. Tuan kancil yang melihat muka murung mereka akhirnya bertanya, “wahai keluarga rubah, ada apakah gerangan? Kalian tampak begitu sedih?”
“Saudara kami baru saja diterkam singa, tuan kancil”, jawab salah seekor rubah.
“Sungguh malang sekali nasibnya, jika saja ia berlari lebih cepat mungkin ia masih berada di antara kalian sekarang”, kata Tuan kancil iba.
“Iya, mungkin karena beberapa hari yang lalu kakinya terluka”
“Benarkah? Pantas saja. Aku turut berduka atas kepergian keluarga kalian”
“Tapi tuan, kakinya sudah sembuh”
“Wah, siapa yang bilang? Ia tak benar-benar sembuh kurasa. Buktinya ia tertangkap singa”
“Angsa yang bilang, tuan. Rubah, saudara kami sudah bisa berjalan seperti semula saat itu”
“hahaha, dia akan berada disini sekarang kalo dia benar-benar sembuh”, tawa Tuan Kancil.
Keluarga rubah jadi berpikir lagi. Benar juga kata Tuan Kancil. Dengan penuh amarah keluarga rubah mendatangi Angsa.
“Angsa! Dasar kau pembunuh!”, teriak keluarga rubah.
“Ada apa ini?”, tanya sang Angsa yang tiba-tiba didatangi keluarga rubah.
“Kalau saja kau tak bilang kalau rubah saudara kami sudah sembuh, dia tak akan mati sekarang”
“Apa? Dia mati. Tapi, kenapa? Dia sudah benar-benar sembuh saat itu”
“Tidak, dia diterkam singa. Gara-gara kau, angsa sialan!”, amarah mereka masih meletup-letup.
“Tapi bukankah ia diterkam singa bukan karena ia sakit?”
“kalau saja saat itu ia masih dibiarkan beristirahat disini, tentu ia masih hidup.
“Kami tak mau tau, ini semua salah anda, Angsa”
Keluarga rubah makin terbakar emosinya. Angsa yang terpojok sudah tidak didengarkan lagi. Lalu mereka beramai-ramai menerkan sang Angsa. 


Rasanya ini adalah curhat yang tak tersampaikan. Rumor yang sedang ramai beredar ini, tentu tidak bisa disamakan seperti fabel di atas, tapi setidaknya bisa mewakili perasaan kita, sesama orang awam. jadi layakkah bila keluarga angsa marah? sang angsa yang dimintai tolong, yang menolong tanpa pamrih, justru dibunuh oleh keluarga rubah. bukankah salahnya ada pada singa yang memakan saudara rubah? atau ini sudah nasib rubah yang malang? mengapa angsa yang disalahkan? 
apa yang anda lakukan bila anda salah seekor dari keluarga rubah? Apa pula yang kalian lakukan bila anda salah seekor dari keluarga Angsa?