Feeds RSS
Feeds RSS

Rabu, 30 Januari 2013

kusampaikan kabar dariku

Aku ingin mengabarkan tentang kehidupanku. Aku ingin menceritakan semua yang akhir-akhir sedang aku lakukan. Sudah lama aku menjadi nokturnal, kau tahu itu. Tapi sekarang aku adalah nokturnal yang insmonia. Kukatakan demikian karena aku terjaga pada malam hari dan tidak tidur pada siang hari. Tak usah tanyakan bentukku sekarang. Tentu saja berat badanku berkurang. Itu nilai positif kan? Dan aku melakukan ini bukan tanpa alasan. Aku terlalu sibuk, atau menyibukkan diri. Cara terbaik untuk lupa. Untungnya aku yang lemah ini masih sehat-sehat saja.
Dirunut dari 1 bulan belakang. Penuh beban fisik dan psikis. Sidang skripsi yang ditunda. Omongan miring orang-orang yang tidak tahu kenyataannya, dan orang-orang di sekitarku yang jatuh sakit. Mulai dari si kecil regan. Hari itu, regan tidak berhenti BAB, mencret bahasa awamnya, diare kalo kata orang medis. Diare bukan penyakit sepele untuk anak sekecil itu. Dari pagi sampai sore mama dan ayuk merawat regan. Hari itu saja, dia sudah dibawa 2 kali ke dokter. Malamnya, keadaan regan tidak membaik. Sekitar setengah 11 malam, aku, mama dan ayuk membawa keponakan kecilku itu ke rumah sakit. Regan harus dirawat. Kamar yang tersisa hanya kelas 3. Ayuk, sebagai orang tua, ingin memeberikan yang terbaik untuk si kecil regan. Akhirnya aku mencari rumah sakit lain. Beberapa rumah sakit yang aku hubungi juga tidak memiliki kamar untuk regan. Aku menelpon adikku dan kami berkeliling mencari rumah sakit untuk regan. Itu sekitar pukul 2 pagi. Kuberitahu, aku ini lemah pada hujan, dan malam itu hujan turun. Setelah mendapatkan rumah sakit, aku kembali ke rumah sakit awal, tempat regan yang masih di ugd. Aku dan mama menjaga dan menemani regan sampai pagi. Nokturnal sepertiku sudah biasa seperti ini. Paginya, adik  harus bolos karna kecapekan, dan aku kembali ke rumah untuk terus ke kampus dan rumah sakit mata untuk mengurus skripsiku.
Aku sudah terlanjur down dengan hasil yang didapatkan teman-teman luar biasaku. Karena beberapa kekurangan, kami tidak bisa menyelesaikan sentuhan terakhir skripsi kami dengan cantik. Dan terima kasih kepada para penggunjing. Anda berhasil membuat saya terpuruk. Dan kepada para penjilat dan orang yang suka membanding-bandingkan, terima kasih anda sudah membuat saya tenggelam sampai dasar. Satu-satunya motivasi menyelesaikan skripsi ini hanya keinginan tamat segera. 
Sebelumnya pada awal januari, ayukku hamil lagi. Kabar sukacita, kami semua bahagia. Si kecil regan yang belum mengerti apa-apa juga senang tampaknya. Ayuk dan regan ke sini dalam rangka ikut ujian sebenarnya, tapi kabar kehamilan ayuk ini membuat ayuk harus beristirahat dulu di rumah untuk sementara.
Sampai 2 malam yang lalu, ayuk ternyata mengidap blighted ovum. Suatu kelainan kehamilan dimana ovum tidak terbentuk sempurna, bahasa awamnya kehamilan kosong. Sehingga ayuk harus harus dikuretase. Malam itu, aku harus pulang. Jadilah aku pulang di tengah badai di tenagh malam. Aku tak pernah kehujanan sampai separah itu. 
Aku sedang sibuk-sibuknya menyelesaikan skripsiku pasca sidang. Regan kecil dilarang masuk ke rumah sakit, jadi mama harus menjaga regan di rumah dan tidak bisa menjaga ayuk. Bapak baru saja berangkat pulang ke Bengkulu. Beruntung punya keluarga yang peduli. Ditengah kesibukan masih disempatkan menjaga ayuk. Adik juga sangat membantu. Dan sahabat-sahabat terbaik yang bersedia membantu kapan saja. Aku beruntung memiliki kalian.
Setidaknya sudah 2 malam aku tidur di sofa rumah sakit ini. Menjaga ayuk sambil mengerjakan revisiku. Aku mau ayuk cepat sembuh. Skripsiku selesai di revisi dan aku cepat daftar yudisium dan wisuda. Januari yang pelik, kukabarkan padamu. 

Senin, 28 Januari 2013

curhat boneka kucing

"Kenapa kau akhir-akhir ini?", tanya boneka kucing kesayanganku.
"Aku baik-baik saja", jawabku yang masih sibuk dengan tugas kantorku.
"Jangan bilang ini masalah dia lagi! Aku tak kuasa, jika kau terus-terusan bersedih seperti ini"
"Sungguh, aku hanya kelelahan. Banyak yang harus kuurus akhir-akhir ini"
"Kamu butuh bantuanku?"
"Kamu sudah banyak membantu. Terimakasih sudah menjagaku saat aku terlelap"
"Apa lagi yang kamu butuhkan?"
"Aku tidak butuh apa-apa, sekarang"
"Kalau pertanyaannya ku ganti, Siapa yang kau butuhkan sekarang?"
Aku diam. Dia ini benar-benar cerewet. Dia selalu suka mendebatku dengan hal-hal remeh temeh macam ini.
"Aku tidak sedang butuh siapa-siapa"
"Kau yakin?", dia mendekat menggodaku.
"Ah, sudahlah. Semuanya sedang sibuk dengan dunia mereka masing-masing. Dia juga tak pernah lagi mengharapkan aku. AKu bisa apa? Tak ada yang bisa aku perbuat selain berpegang pada diriku sendiri"
"Terbuka!", dia berteriak.
"Apa?", tanyaku penasaran.
"Kotak pandoramu. Katakan semuanya. AKu sedang menjadi telinga"
Aku menghela nafas panjang. Aku kalah lagi.
"Dia, orang yang dari tadi kau ingin agar aku ucapkan, tidak kuharapkan lagi. Persetan dengan air, dan mimpi, dan harapan dan apapun yang aku bilang kemarin-kemarin"
"Kenapa?"
"Dia tak pernah ada. Lihat aku sekarang. Aku dalam masa-masa beratku, dia tak ada. Semalam aku kehujanan, harus menginap di UGD, atau menjaga orang sakit sampai pagi, dia tak ada. Aku belajar setengah mati untuk hari terpenting dalam proses belajarku, dia tak ada. Kenapa aku berharap pada orang yang tak pernah sama sekali peduli padaku lagi?"
"Kau memberi tahunya?"
"Apa?"
"Semua masalahmu, hari-hari burukmu, suasana hatimu"
"Tidak sama sekali"
"Apa yang bisa dilakukan seseorang yang tidak mengetahui masalah untuk menyelesaikan masalah?"
Aku diam. Aku salah lagi. Dia memang pintar bicara.
"Kau, apakah kau hadir dalam hari-hari terburuknya? membantu menyelesaikan masalahnya?"
"Tidak. Tidak lagi sekarang"
"Alasan yang sama, bukan?"
Aku termenung sejenak. Aku kalah pintar dari boneka kucing kudel ini. Aku tersenyum kecil, takut dia melihat senyumku.
"Aku sibuk, masih harus bekerja"
"jadi, apa arti semua ini?"
"Apa?"
"Apa yang akan kau lakukan? Apa yang dapat kau ambil? Masih kah kau..."
"Aku tahu!", kupotong kalimatnya. "Lihat saja nanti apa yang akan aku lakukan. Aku terlalu bodoh untuk bertahan di kondisi yang merugikanku, bukan?"
"Tidak. Kau hanya tidak memanfaatkan situasi dan kondisi yang ada dan hanya berharap pada..."
"Cukup!", aku memotong kata-katanya lagi.
"Berapa banyak orang yang tidak kau perhatikan akhir-akhir ini? Berapa banyak pesan yang keluar dari handphonemu? Berapa banyak chat ramah yang kau 'end chat'? Berapa banyak orang yang berhenti kau hiraukan?"
"Aku hanya sibuk", kataku lemas.
"Tidak, kamu hanya menutup hatimu untuk ruangan kosong yang ditinggalkan pemiliknya"
"kau benar", aku menitikkan air mata.
"Ini!", dia memperlihatkan telapak tangannya padaku.
"Apa?"
"Kunci"
"Untuk apa?"
"Untuk membuka hatimu"
Aku menggenggam tangan berbulu lembut itu.
"Terima kasih", bisikku.

Kamis, 24 Januari 2013

Skripsi

Debu di perpusatkaan tua ini menyesakkanku. Aku sudah berjam-jam duduk di tumpukan skripsi-skripsi lama ini. Beberapa skripsi sudah kusisihkan untuk kujadikan referensi menulis. Aku membuka skripsi terakhir yang belum kubaca di atas meja perpustakaan. Judulnya cukup menarik. Metode penelitian yang digunakannya juga sama seperti skripsiku yang masih belum rampung. Aku memutuskan untuk meminjam skripsi yang terakhir ini saja.
Setiba di rumah, aku langsung membaca lagi skripsi itu dengan seksama. Dari dalam kamar kudengar pintu rumahku dibuka. Itu pasti Kakek. Aku tinggal bersama kakek dan nenek dari sebelah ibu. Ayahku sudah meninggal, dan ibu masih dirawat karena gangguan kejiwaan yang dideritanya sejak aku lahir. Dari kecil, aku tak pernah melihat wajah ayahku. Namanya pun aku tak tahu. Kakek selalu manyuruhku menuliskan namanya pada kolom nama ayah, setiap kali aku harus mengisi form riwayat hidup. Aku menurut saja. Kakek dan nenek sangat membenci ayahku. Sampai aku sudah sebesar ini pun mereka tak pernah menceritakan apapun tentang ayah padaku. Dan tak mungkin aku bertanya pada ibu.
"Skripsimu sudah selesai?", tanya kakek saat aku keluar kamar.
"Sedikit lagi"
"Nanti mau jadi spesialis apa?"
"Belum kepikiran, kek"
"Jangan karena ibumu gila kamu ambil spesialis penyakit jiwa"
"Aku masih belum tahu, kek. Mau selesaiin skripsi dulu. Dokter umum aja masih jauh", aku kembali masuk ke kamarku. Sudah ke sekian kalinya, kakek memintaku untuk tidak mengambil bagian kesehatan jiwa. 
Aku kembali berkutat dengan skripsiku. Penulisan metode dan hasil penelitian di skripsi yang aku pinjam ini benar-benar bagus. Aku jadi sangat terbantu. Rasanya, setelah aku mengumpulkan semua sampel penelitian aku bisa menyelesaikan bab IV dan V dengan cepat kalau begini. Penyusun skripsi ini pastilah mahasiswa yang cerdas. Kubuka skripsi ini dari depan lagi. Kubaca namanya baik-baik. Dosen pembimbing yang membimbingnya pun aku kenal. Salah satu dosen senior di fakultasku. Kata-katanya pada lembar persembahan juga indah. Selain cerdas, ia juga orang yang puitis. 
"untuk yang kusayangi, Donita Resaya, terima kasih untuk setiap kata penyemangat yang kau lontarkan dari mulut indahmu"
Oh, tidak. Itu kan nama ibu. Mungkin dia mantan pacar ibu atau..
"dan tentu saja motivasi yang besar dari ksatria kecil kita di rahim nyamanmu yang sebentar lagi akan melihat dunia. Ramiro Mardav, nama yang kita sepakati untuk calon pemimpin masa depan kita nanti, terima kasih nak"
Namaku tertulis jelas di sana.



Inspirasiku


Aku adalah seorang penulis. Hampir semua karyaku kutulis di restoran ini. Entah sudah berapa kali aku nongkrong di restoran cepat saji ini. Semua inspirasiku seakan tumbuh subur saat aku berada disini. Sore ini hujan turun, aku kembali duduk bersama notebook-ku. Anehnya tak ada satu kisah pun yang terbayang dalam otakku. Sudah beberapa kali aku memesan segelas soda pada pelayan restoran. Perutku hampir kembung tapi tak satu kata pun yang kutulis.
Aku terus memandang jendela, berharap ada sesuatu yang bisa menjadi inspirasiku. Dari jendela kaca restoran ini, aku bisa melihat sesosok anak kecil yang berlari di tengah hujan. Aku jadi ingat sesuatu. Saat aku masih duduk di bangku sekolah dasar. Waktu itu hujan, aku berteduh di sudut restoran cepat saji ini. Ada seorang anak laki-laki seumuranku, yang juga berteduh di sana. Selama kami menunggu ia tak henti-hentinya bersajak memuji hujan. Ia seperti berbicara pada langit. Ia seakan tak sadar bahwa aku sedang berdiri di sampingnya. Sajaknya begitu indah. Aku jadi terhanyut pada setiap kata-katanya. 
"Nah, hujan. Kita bertemu lain kali lagi", ia berkata menghadap langit saat hujan mulai reda.
Aku tersadar dari buaian kata-kata indahnya tentang hujan. Saat itu pula aku menyukai hujan dan dia. 
Ah, kenapa tak kutulis sesuatu tentang anak itu saja, pikirku. Aku mulai mengkhayal. kembali ke masa laluku. Mencoba mengingat-ingat kejadian waktu itu.
"Hujan..", seseorang dari sudut luar restoran berkata dengan lantang. Membuyarkan semua lamunanku.
"Kita berjumpa pada kali yang lain. Pada masa yang berbeda. Pada wajah yang berbeda. Pada suasana yang berbeda. Tapi pada rasa yang sama", laki-laki itu berkata menghadap langit.
Aku bergegas keluar. Aku mengenali laki-laki ini.
"Hujan yang berbeda, bukan hujan yang sama. Salah lagi", lanjutnya.
Aku berdiri di sampingnya. Mengamatinya dengan takjub. Kurasa ia tak menyadari kehadiranku.
"Kau kah itu?"
Aku kaget. Apakah ia benar-benar berbicara padaku tapi ia tak sedikit pun menoleh padaku. 
"Kau kah hujan?"
Untung tak kujawab. Tentu saja ia berkata pada hujan bukan padaku.
"Ah, tentu saja hujan yang sama. Aku tau bau hujanku. Taukah bahwa aku begitu merindukanmu, hujan?"
Aku diam dan terus mendengarkan sajaknya.
"Ah, benar. Aku seenaknya saja. Maafkan aku, hujan"
Entah mengapa aku merasa ia berkata padaku.
"Aku kehilangan arah. Sulit menemukan tempat ini. Aku seenaknya saja. Berbicara tentangmu, menyukaimu, menjadikanmu inspirasiku dan menamaimu hujan"
Aku terhenyak. Apakah ia baru saja berbicara padaku. Matanya masih menghadap ke langit.
"Maaf hujan. Aku sudah seenaknya. Hujan sudah reda. Biar waktu yang temukan aku dan hujan di lain kali"
Ia menarik tali di tangannya yang baru kusadari ada seekor anjing yang terikat di tali itu. Aku mulai sadar, laki-laki ini buta. 
"Hujan, aku akan coba mengingat restoran cepat saji ini, agar aku bisa bertemu hujan", ujarnya melangkah pergi.
"Ame!", teriakku.
"Ya? Kaukah yang berkata, hujan?"
"Namaku ame"
Ia tersenyum. Manis. 

Jumat, 18 Januari 2013

gadisku pergi

Aku duduk termenung di bangku taman di dekat rumahku. Tempat biasanya aku bertemu dengan gadisku. Kemarin ia pergi meninggalkanku. Aku tahu sejak awal hubungan kami ditentang orang tuanya. Aku tak peduli pada orang tuaku yang juga menentang, yang aku tahu, aku sudah terlanjur mencintainya. Percakapan perpisahan kami kemarin masih terekam jelas di kepalaku.
"Maaf, aku rasa aku mencintai orang lain", katanya sore kemarin dengan wajah tertunduk. 
Aku hanya terdiam lemah mendengar pengakuannya. Aku tahu cepat atau lambat kami akan berpisah. Dia sudah terlalu sering menentang ke dua orang tuanya hanya demi aku. Kalau saja alasannya bukan karena ia mencintai orang lain, aku akan membawanya pergi jauh-jauh. Berdua saja.
"Siapa?", tanyaku setelahh mengumpulkan sisa-sisa tenaga yang tadi melemah.
"Laki-laki yang dijodohkan ayah sama ibu"
Aku bisa apa. Aku hanya memandangi punggungnya yang mulai menjauh dariku. Yang mungkin tak akan kulihat lagi.
Aku menatap pepohonan dari tempat aku duduk. Pepohonan yang sama seperti kemarin, tapi dengan suasana yang berbeda. Seorang laki-laki memasuki taman dan duduk di sampingku.
"Jadi, sekarang kamu mau nerima aku jadi pacar kamu?", tanya laki-laki itu padaku.
Ah, mungkin sudah saatnya aku kembali normal.


Minggu, 13 Januari 2013

Hujan

Kupandangi wajah pacarku yang sedang tertidur. Ia tampak sangat lelah. Mungkin sudah setengah jam ia tertidur. Hujan di luar membuat suasana yang pas untuk tidur. Pacarku orang yang hebat. Ia bilang tidak boleh menyetir saat ngantuk. Dan disanalah dia, tertidur di balik setir mobil.
Aku hanya bermain-main dengan pajangan kucing di dasboard mobilnya sambil mengawasi hujan yang masih turun lebat. Dari jauh, aku melihat seorang lelaki tua berjalan di tengah hujan. Ia basah kuyup. Aku benar-benar kasihan padanya. Aku mencari payung di jok belakang dan keluar mobil untuk memberikan salah satu payung kami padanya. 
Kudekati ia perlahan. Ia tersentak menyadari aku yang tiba-tiba berdiri di hadapannya.
"Kakek, butuh payung? Ini untuk kakek saja", aku memanyunginya sambi menyerahkan payung lipat padanya. 
"Kamu siapa?"
Aku sampai lupa memperkenalkan diri. Aku seperti orang asing yang datang tiba-tiba, tentu saja dia heran.
"Aku Mita, kek. Kebetulan lewat sini, dan aku bawa 2 payung. Ini untuk kakek saja"
"Terimakasih", ia mengambil payung di tanganku dan duduk di bangku tak jauh dari mobil pacarku.
Entah mengapa, aku jadi berjalan mengikutinya. Tubuh ringkihnya gemetar. Aku jadi kasihan. 
"Aku harus menunggu di sini. Istriku sebentar lagi pulang. Rumah kami jauh di belakang, sekarang mulai gelap, dia pasti susah melihat", laki-laki tua itu berkata sambil menoleh ke kanan dan ke kiri.
"Aku yang bodoh ini, tidak tahu kalau hujan akan turun. Istriku bisa sakit kalau ia kehujanan. Ia tidak boleh sakit"
"Aku bisa memberikanmu payungku ini, kek. Mobil merah itu punya pacarku. Aku bisa pulang tanpa kehujanan, jadi aku tidak membutuhkan payung ini"
"Tidak, aku sudah berhutang satu payung padamu. Satu sudah cukup"
Aku diam. Rasanya tak tega meninggalkan laki-laki tua ini mengigil kedinginan. 
"Itu istriku", laki-laki tua itu berdiri dari bangku dan berjalan menghampiri seorang wanita tua yang baru turun dari angkot. Ia memeluk istrinya erat. Aku terenyuh.
"terimakasih payungnya", Ia dan istrinya tersenyum padaku. Aku membalasnya dengan senyuman. Aku terus melihat mereka. Setelah mereka sampai di ujung jalan, aku baru sadar, laki-laki tua itu hanya memayungi istrinya dan ia tetap basah kuyup. 
Aku kembali ke mobil. Pacarku terbangun. Ia mengucek-ngucek matanya dan menatapku. 
"Kamu basah kuyup?",katanya setengah bertanya. Aku mengangguk saja.
"kamu gak boleh sakit", ia melepaskan jaketnya dan memakaikannya padaku. 
"Kamu seperti kakek", tawaku. Pacarku bingung. 

Sabtu, 12 Januari 2013

Hari itu, aku..

Hari itu, aku sangat kelelahan. Sehabis lembur di kantor, kubuka ponselku yang dari tadi siang tak kusentuh sama sekali. Beberapa sms, dan bbm di sana. Hanya broadcast dan bbm dari seorang teman yang menanyakan perihal reuni. Kubuka kotak masuk yang sudah kuduga darimu. Aku begitu lelah, bahkan untuk membalas semuamu.
Hari itu, aku belanja ke mall sendirian. Aku ingin mengganti sepatuku yang mulai mengelupas. Sudah beberapa toko, tapi tak kutemukan yang aku inginkan. Akhirnya aku hanya berkeliling. Aku tiba di sebuah toko souvenir. Sebuah asbak kecil memikatku. Aku ingat kamu. Aku membelinya tanpa pikir panjang, kebetulan ulang tahunmu sebentar lagi.
Hari itu, aku sedang membereskan kamarku. Tumpukan kertas dan majalah menggunung. Di sudut rak buku, aku menemukan kotak kado kecil. Kado yang tak pernah aku berikan tanpa alasan yang jelas. Aku tau apa isinya. Dan aku tau kado kecil ini untuk siapa. Kamu.
Hari itu, aku menemani temanku mencari kado untuk ayahnya. Kami berkeliling dan tak menemukan kado yang tepat. Akhirnya kami pulang dan beristirahat di kamarku. Ia menemukan kado kecilku, kado kecil untukmu yang tak pernah aku berikan. Ia menanyakan isinya dan memintaku untuk memberikannya padanya.  Aku mengiyakan saja.
Hari itu, hari ulang tahunku. Beberapa sahabatku memberikan kejutan untukku. Orang tua dan adikku juga. Membahagiakan. Tapi aku meras tak lengkap. Dengan semua kado dan ucapan ini, aku merasa kurang. Kurang ucapan dari mu. Ya. kamu.
Hari itu, aku berkeliling mall sendiri lagi. Yah, aku memang suka berkeliling sendiri. Aku ingat, sekitar setahun yang lalu aku masuk ke toko ini. Aku melihat jejeran souvenir di toko itu. Tanpa kusadari, aku mencari sesuatu. Asbak yang tahun lalu aku beli, sudah tak ada. 
Hari itu, aku benar-benar lelah. Aku menjatuhkan tubuhku di kasur dan terlelap. Dalam mimpiku, aku sedang mengetik laporan kerjaku. Ponselku berbunyi. Sms-sms darimu. Entah mengapa aku menjadi sangat gembira. Aku membalas smsmu. Sampai saat aku bangun, aku sibuk mencari ponselku yang masih kutaruh di tas. Tak ada pesan sama sekali.
Hari itu, aku menyadari. Setahun ini, aku bahkan tak melupakanmu. Aku selalu ingat. Aku sudah memutuskan. Aku mau belajar dan membangunnya kembali. Jadi, kukirim pesan singkat padamu dengan malu-malu. Berharap. 
Hari itu, aku lembur sampai tengah malam. Aku menyelesaikan tugas kantorku di rumah. Sesekali kulirik jam di dinding kamarku. Aku jadi ingat kamu. Kenyataan memang tak selalu bagus untuk diketahui semuanya. Mungkin kalau aku tak tahu kalau kau begitu. Aku akan terima-terima saja. Kukirimkan pesanku lagi padamu, masih berlinangan. 
Bagaimana mungkin kamu  bilang ini tiba-tiba?

Selasa, 08 Januari 2013

taylor lautner :)

Kemaren pas lagi demen2nya twilight, jadi ngefans sama abang yang satu ini.
Sekarang sih tetep setia dulu sama abang darren. Jadi, waktu les corel, bikinnya abng ini deh :)
Walaupun gak mirip-mirip banget, tapi waktu nyelesain gmbar ini, rasanya seneng banget :)

Dia

Aku mulai mencintainya sejak umurku 8 tahun. Dia tak seperti lawan jenisku yang lain. Dia adalah pangeran berkuda putih dan aku sebagai putrinya. Aku tahu ia juga menyukaiku. Dia sering memberiku hadiah dan begitu perhatian padaku.
"Sayang, kapan kamu mau pergi liburan?", tanyanya padaku.
"Segera setelah acara perpisahan di sekolah", jawabku pada pria idamanku itu.
"Semua sudah selesai kau urus kan sayang?"

"Semua"
"Baguslah, kamu memang gadisku yang mandiri"

Apa kubilang. Ia selalu perhatian padaku.
"Aku ingin ditemani liburan ini"
"Bukankah kau bersama teman-temanmu, sayang?"
"Iya, tapi rasanya masih ada yang kurang"
"kamu mau mengajak, Dio, pacarmu?"
Dia memang tidak peka, sejak dulu. 
"Dio bukan pacarku. Dia hanya teman."
"Oke, oke. Lalu siapa yang ingin kau ajak liburan, sayang?"
Dia sungguh tidak peka. Aku lelah membuatnya mengerti perasaanku. Aku bersender di bahunya. Begitu damai rasanya.
"Nandaaa....", suara ibu memanggilku.
"Sayang, ibumu memanggil"
"Aku masih ingin disini"
"Mungkin ibumu membutuhkanmu"
"Dia akan datang kemari, kalau ia butuh", sahutku masih menempel di bahunya.
Benar saja. Ibu segera menghampiri kami.
"Ada apa sayang?", kata Ayah tiriku itu pada ibu.

Minggu, 06 Januari 2013

perkara toga!

Aku sedang dirundung kemalasan akhir-akhir ini. Alasannya jelas karena skripsi yang sudah di deadline harus selesai BESOK. Perkara toga ini riweh saudara-saudara! Mesti kuliah dulu, nilai mesti bagus, bikin proposal, ngerjain penelitian, dan merangkumnya dalam sebuah tugas akhir yang disebut SKRIPSI. Kadang suka nanya sendiri, kenapa mesti sesulit itu, tapi kalo ngebayangin nanti terjun di masyarakat dan gak bisa apa-apa. Hmm.. kayaknya aku masih perlu belajar banyak. 

Dan gak asik rasanya ngerjain skripsi kalo gak sambil denger musik. nah lagu yang lagi seliweran di playlist ku beberapa hari ini adalah kumpulan lagu-lagunya bang epping, yah selain lagu galaunya secondhand serenade dan maroon 5.

Ini salah satu favoritku.

Bukan Toga

bukan maksud hatiku 
untuk menjadi seorang macan kampus yang tak kunjung lulus
bukan mksd hatiku 
untuk membuatmu malu dengan kondisi pendidikanku 
mohon trimalah aku 
apa adanya aku 
jangan tanyakan kuliahku
hanya rasa cintaku berikan 
untukmu sepanjang hidupku

semoga kau bisa mengerti 
arti rasa cinta yg tulus dari hatiku
bukan ijazah atau toga 
hanya hati yang kuandalkan untuk mencintamu

kumohonkan sabarmu untuk nantikan ku 
wisuda insya allah bulan tiga
dan tak usah kecewa 
bila ternyata nanti malah jadinya bulan sembilan
makanya trimalah aku 
apadanya aku
jangan tanyakan kuliahku
hanya rasa cinta yang kuberikan 
untukmu sepanjng hidupku


smoga kau bisa mengerti 
arti rasa cinta yg tulus dari hatiku
bukan ijazah atau toga 
hanya cinta yang kuandalkan untuk mencintamu


semoga kau bisa menngerti
bukan ijazah atau toga
bukan itu yang akan mncintaimu
smoga kau bisa mengerti rasa cinta dari hatiku

bukan ijazah atau bukan toga 
bukan itu untuk mencintai dirimu
semoga kau bisa mengerti
bukan ijazah atau toga, bukan itu bukan itu...


Ngena banget liriknya. Yah, buat para single sih maknanya biasa aja. eh, lupa. aku kan juga single :p
Nih, satu lagi yang masuk playlist wajib akhir-akhir ini.

SKed dulu

kutatap fotomu di balik sampul orji-ku 
betapa indah dunia kulihat lewat matamu
menatap wajahmu 
sudah menjadi hobiku
matamu melayangkan alam bawah sadarku
biar kunikmati rinduku biarku nikmati rinduku
biarkan aku terbang bersama mimpi

indah kurasa membayangkan kau menjadi milikku
walau ku harus Sked dulu
akan indah dunia bilaku bisa menjadi milikmu
walau untuk itu kuharus Sked dulu

Penasaran sama lagunya? Nih, download disini
Doakan bisa sidang minggu ini yah :D 


Sabtu, 05 Januari 2013

Hari ini tahun-tahun lalu..


Hari ini 3 tahun yang lalu...
Aku berdiri di depan rak kumpulan buku favoritku. Aku sedang berada di toko buku kecil tak jauh dari rumahku. Hari ini cuaca sedang tidak bersahabat. Hujan rintik turun dari tadi. Aku masih sibuk berkutat dengan kumpulan novel-novel komedi. Toko kecil ini sepi pengunjung. Karena hujan gerimis ini, kurasa.
Dari jendela kaca toko buku, aku melihat seorang gadis berlari kecil ke arah toko buku. Ia menggenggam erat tumpukan buku di tangannya. Ia masuk ke toko buku dengan tergesa-gesa.
“Kakaaak..”, sapanya pada kasir seklaigus penjaga toko buku kecil itu.
Aku rasa ia juga pelanggan tetap di sini, tapi aku tak pernah melihatnya sebelum ini.
“Hei, lama gak kesini”, penjaga toko buku itu membalasnya ramah.
“Sibuk kuliah kak. Buku pesananku sudah datang?”, tanyanya.
“Belum. Buku terbitan lama susah dicari”, jawab si penjaga toko. Aku melihatnya dari tempat ku berdiri. Tak bergerak. Sekali lagi aku mengamatinya, wajahnya tampak sangat familiar.
“Yaaah, buku baru dimana kak?”, tanyanya dengan nada setengah kecewa.
“Disana. Banyak novel yang baru terbit minggu ini”, jelas penjaga toko menunjuk ke arahku.
Entah kenapa aku gugup. Ia berjalan mendekatiku. Aku berusaha fokus pada buku di hadapanku.
“kamu..”, suaranya lembut tepat di depanku.
“Ya?”, kataku berusaha menatap matanya.
“Yoan kan? Aku Dila. Ingat? Teman SMP?”, tanyanya ceria.
“Hmm, ya. Aku ingat”, kataku ragu. Bodohnya aku. Tentu saja wajahnya sangat familiar di ingatanku.
“Lama gak ketemu yah”, katanya sambil menjabat tanganku hangat.


Hari ini 2 tahun yang lalu...
“Aku suka kamu”
“Aku juga suka kamu, Yoan. Kita kan teman.”
“Lebih dari teman,Dil. Kamu mau jadi pacarku?”
“Hmm.. “
“Dil?”
“Dila rasa Dila mau”, balasnya pada chatbox kami. Aku tersenyum.
“Tunggu aku di teras rumahmu sekarang”, balasku.
Aku tidak ingin jadi pecundang. Aku ingin meneriakkan, bahwa aku benar-benar ingin ia jadi pacarku. Aku ingin meneriakkannya di hadapannya sekarang. Aku menuju rumahnya. Rumah ia, gadisku.
“Dilaaa..”, aku memanggil namanya.
Ia keluar dari pintu rumahnya. Tersenyum.
“Aku..”
“Dila juga sayang kamu, sayang”, katanya memotong kata-kataku. Aku membeku dalam bahagia.


Hari ini setahun yang lalu...
“Mestinya ini jadi hari 1 tahun hubungan kita”, kataku padanya.
“Aku tahu”
“Memangnya kamu ingat?”
“Aku ingat”
“Apa lagi yang kamu ingat?”
“Selalu begini, kamu mau ngebahas kenapa kita putusan kemarin-kemarin kan? Kamu mau nyalahin aku lagi kan?”
“Bukan gitu, sayang. Aku kan cuma nanya.”
Suara di ujung telpon tak kudengar.
“halo, sayang.. “
“Iya”, katanya ketus.
“Aku sayang kamu”, kubisikkan padanya.
“Dila juga”, balasnya datar.


Hari ini...
“Kamu udah makan sayang?”, tanya gadis manis di sebelahku.
“Udah, sayang. Kamu udah makan belum?”, aku balik bertanya.
“beluum, temenin makan”, katanya manja.
Kami berjalan memasuki salah satu restoran di mall. Sembari memesan dan menunggu makanan kami datang, ia bercerita panjang lebar. Sesekali ia bermanja padaku.
“Mbak..”, sebuah suara yang kukenal datang dari kursi belakang. Aku menoleh penuh ragu.
Wajah yang aku kenal.
“Makanan saya yang tadi belum datang. Jangan lupa gak pake bawang goreng yah”, pesan wanita itu
Entah mengapa aku harap ia tak melihatku. Aku kembali berbalik. Gadisku masih bermanja di sampingku. Tak lama, makanan kami datang. Perasaanku jadi tak enak. Gadisku ini tentu tak tahu kalau ia, wanita yang duduk di belakang kami, adalah mantanku. Aku gelisah. Dan sebuah perasaan aneh membuatku ingin berpaling ke belakang, pada wanita itu.
“Yoan..”, sapa suara itu.
Aku menoleh pada suara itu. Aku melepaskan genggaman gadisku dengan refleks. Seberkas senyum mekar di wajah wanita itu. Aku jadi salah tingkah.
“Dila duluan yah”, senyumnya sambil berlalu pergi. 

Jumat, 04 Januari 2013

happy new year !

Telat banget kalo baru ngucapin 'selamat tahun baru sekarang', tapi lebih baik daripada gak sama sekali. Sama kayak aku yang udah ngungkapin perasaan aku ke kamu walaupun udah telat sama sekali. Yah, kayaknya bukan aku kalo gak curcol yah, apa boleh buat. 
Jadi, malam tahun baru kemarin, aku menghabiskan detik-detik terakhir di 2012 bersama sahabat-sahabat terbaikku. Malamnya, sekitar jam 9 malam, aku dijemput ryu terus kami langsung ke cafe tempat kami janjian. Karena rame banget, akhirnya kami dapat tempat duduk di teras atas. Dan ternyata di cafe yang kami datangi malam itu lagi ada acara spesial tahun baru. Ada banyak doorprise yang dibagiin untuk semua pengunjung. Sementara asyik ngobrol, dan pesan makanan, kakak-kakak pelayannya memberikan kami masing-masing 1 nomor undian. Yang pertama datang malam itu adalah ayah, dan bunda vita. Lalu kakak adik, laura dan sarah dan teman koas ku tercinta, tara. Lalu aku dan 'my girlfriend' ryu. Agak malam, barulah nyonya beruang, lora, datang. 
Di cafe favorit kami itu ada live music. Dari teras atas kami hanya bisa mendengar suara nyanyian orang-orang di bawah, sesekali tante pemandu acara mengajak pengunjung cafe bernyanyi bersama. Bahkan ada yang menyatakan cinta malam itu. Luar biasa. Setelah mendekati pergantian tahun, tante pemandu acara membacakan nomor-nomor yang menang doorprise. Ya, kami hampir menang semua. Orang pertama yang beruntung adalah ayah. Ayah adalah pacar bunda vita. Ayah dapat mug spesial dari cafe. Lalu sarah, adik laura, yang ternyata hadiahnya zonk. Lalu aku memenangkan beruang teddy kecil dari BNI. Kemudian Tara dan laura mendapatkan terompet tahun baru dan tempat tisu. Bunda juga dapat, dia dapat dompet belanja warna hitam. Kami berisik sekali, mungkin karena itu, kami gak denger waktu si tante menyebut nomor Ryu. Poor honey ku :*
Dan yang paling hebat, setelah semua hadiah-hadiah kecil dibagikan, maka akan diumumkan pemenang doorprise utama. Hadiah utamanya menginap di hotel bintang lima dan menikmati semua fasilitasnya selama sehari semalam. dan tentu saja kami menang lagi. Muahahaha. Itu nomor undian punya ayah, tapi beliau sudah dengan ikhlas menyerahkannya pada kami (mungkin). 
Oya, masing-masing kami juga di kasih topi santa, dan bando rusa. Gratis! Wow, kami memilih tempat yang tepat untuk pesta tahun baru ini. menjelang detik-detik pergantian tahun, lampu di cafe dimatikan, terus kami bersama-sama mengucapkan permohonan untuk tahun yang baru ini. Beruntung kami ada di teras atas. Kami bisa melihat langit yang penuh kembang api. Ah, andai saja kamu disana saat itu. Aku ingin menikmati kembang api bersamamu. Oke, fokus lagi. Karena lampu di teras atas merangkap kipas angin, setelah kepanasan, kami menghidupkannya kembali. Oya, di teras atas bukan hanya ada kami. Tapi kami tentu saja menguasai teras atas. Maaf yah om-om dan tante-tante yang risih dengan kegaduhan kami. 
Setelah semua acara selesai, kami turun ke bawah. Tante pemilik cafe benar-benar ramah. Beliau meminta kami berfoto dulu sebelum pulang. Kakak-kakak pelayannya juga sudah familiar dengan wajah kami yang datang setiap kamis selama 2 bulan penuh karena diskon 50%. Tempat ini menyenangkan, makanannya juga enak.
Pulangnya, mungkin sekitar jam 1, aku, ryu, lora dan tara msih berkeliling sebentar. Dan akhirnya kami menuju tempat karaoke. Sekedar memuaskan hasrat karena tadi tidak puas menjerit di cafe. tapi ternyata harga sewa karaokenya naik sampai berkali-kali lipat. Sungguh! Malam itu ruangan small saja harganya 118rb per jam! Kami mengurungkan niat. Sebenernya aku sih yang gak rela karena harganya naek tinggi. Akhirnya kami nongkrong lagi di toko donat, membahas SKRIPSI. Sudah kubilang, bayang-bayang skripsi itu sama kayak bayang-bayang mantan, susah ilang! Setelah beberapa donat, kami pulang. tentu saja aku bercanda. Kami mengantar lora dulu, terus mengantar Tara untuk mengambil barang-barang karena tara mau menginap, lalu mengucapkan selamat tahun baru pada Samuel, adik tara, barulah kami pulang. Super duper capek, Super duper nyenengin! Makasih sudah mengisi tahun 2012ku dengan segalanya, teman. Tahun ini lagi yah ! 
And these are our outfit that night :) Enjoy!



lora-dui-ryu-laura-sarah-tara-vita-pacarvita

Kamis, 03 Januari 2013

FF: untitled

"Jadi sayang, kapan kamu bilang sama pacarmu kalo kita balikan?", aku menyerbunya dengan pertanyaan yang sama.
"Nanti sayang, kan aku sudah bilang, gak mungkin aku mutusin dia sekarang.", dia beralasan. Alasan yang kudengar berkali-kali.
"Aku gak mau jadi simpanan. Kamu itu dari dulu punya aku. Dia itu yang datang tiba-tiba.", aku mulai kesal.
"Kamu yang mutusin aku", katanya singkat.
"Terus kenapa kamu jadian sama dia? Kamu bilang masih sayang sama aku", aku berkata setengah berteriak.
"Aku gak salah dong. Aku diputusin kamu, terus dia datang, terus kita jadian", jelasnya.
"Kamu gak sayang aku lagi?", kali ini aku menatap matanya.
"Sayang, kamu kan yang bilang cewek punya perasaan..."
"Kamu tuh yah! Sengaja gak mau mutusin pacar kamu, sengaja biar aku sakit hati, ya kan?", aku meninggalkannya kesal. Ia berlari kecil menangkap tanganku.
"Sayang, kamu bilang kamu gak bakal egois lagi. Tunggu sampe aku ketemu waktu yang pas", ia menatapku dalam. Aku bisa membaca keseriusan di matanya.
"Sampai minggu ini!", bisikku.
"Apa?"
"Kalau kamu nggak mutusin dia, kita aja putus lagi", kulepaskan tanganku dari genggamannya.
"Aku pulang duluan", aku melangkah meninggalkannya.
Ia masih berdiri di sana, melihatku dari kejauhan sampai aku lihat seorang wanita mendekatinya. Pacarnya tentu saja. Aku kembali berjalan ke arahnnya. Ia tampak gugup. Aku duduk di bangku di sebelah mereka.
"Sayang, aku kira kamu masih di luar kota", kata perempuan itu terdengar menjijikkan di telingaku.
"Aku sudah pulang semalam. Maaf belum kasih kabar", ia berkata dengan gugup.
"Gak papa sayang. Kamu lagi apa disini?", tanya perempuan itu lagi sambil menggandeng tangannya. Aku panas.
"Aku cuma lagi jalan-jalan", jawabnya seadanya.
"Baguslah, aku juga sayang. Hei, kau bau rokok sayang", kata perempuan itu saat ia menempelkan kepalanya di bahu lelakiku.
Bagaimana mungkin aku tidak tahu kalau ia habis merokok? Rasanya aku ingin mencubit pipinya dan memeriksa semua kantongnya. Tentu saja untuk membuang rokok yang tersisa. Aku tidak suka ia merokok.
"Ah, iya. Sebatang saja", katanya sekilas melirik ke arahku.
"Gak papa, kamu lagi latian berhenti merokok kan sayang?"
"Eh, iya"
"Dan lihat rambutmu sayang. Sudah berantakan"
"Kau ingin aku merapikannya?", tanyanya seolah berkata padaku.
"Hahaha, tentu tidak sayang. Aku mencintaimu apa adanya"
Klise. Aku mulai risih, tapi tak mau beranjak jauh-jauh dari mereka.
"Oh, ya. Soal acara ulang tahunku, aku mau kamu datang. Aku mau kenalkan pacarku yang luar biasa ini pada teman-temanku", katanya lagi.
"Tentu"
"Dan hari minggu besok, kau boleh datang ke rumahku sayang. Aku akan memasak untukmu", katanya manja.
"Ke rumahmu? tak apa? Aku harus bagaimana?"
"hahahha, tentu sayang, jadilah dirimu sendiri"
Aku diam. Aku tak sanggup menoleh ke arah mereka lagi. Aku tahu kenapa ia kesulitan sekarang. Aku jadi merasa hina. Aku yang selalu egois. Aku yang suka mengatur semua hidupnya. Aku belum berubah. Kali ini aku akan menyerah saja. Aku tersenyum dan bangkit dari tempat dudukku.
"Sayang, kita putus saja. Kau sudah bersama orang yang tepat", kukirim pesan singkat padanya.

Rabu, 02 Januari 2013

FF: siapa kamu?

Aku berlari menuruni tangga hotel. Aku sedang dalam perjalanan bisnis sekarang. Aku pasti terlambat sampai di kantor utama.  Sekarang pukul 8 pagi, lobi hotel masih terlihat sepi. Beberapa pegawai hotel tersenyum padaku.
"oh, tidak", seruku. Taksi yang kupesan ternyata belum tiba. Aku menunggu dengan gusar.
"Melani?", seseorang menyapaku dari belakang.
Aku menoleh. Lelaki itu memakai setelan jas dengan sebuah koper di tangan kanannya.
"Aku rindu", katanya sambil memelukku. Seorang pegawai hotel melihat kami. Aku segera melepaskan pelukannya.
"Kau tahu, betapa aku sangat merindukanmu?"
Aku hanya diam.
"Aku mencarimu selama ini. Aku membatalkan pernikahanku"
Laki-laki itu menarik tanganku untuk duduk di sofa. Entah kenapa, aku menurut saja.
"Aku tahu hanya kamu yang terbaik buat aku. Aku hanya menginginkanmu. Sekarang, saat ini juga, aku akan melamarmu. Aku tak akan mengulang kesalahan yang sama"
Lelaki itu mengeluarkan kotak merah kecil dari dalam kopernya.
"Aku selalu membawa ini. Aku selalu berharap dapat bertemu denganmu lagi, melaniku sayang"
Ia menyentuh jemariku lembut. Ia membuka kotak merah kecil itu. Sebuah cincin dengan permata merah di atasnya.
"Maaf.."
Aku menarik tanganku.
"Siapa kamu?"
Lelaki itu tampak begitu kaget.
"Aku.. Aku Yoan. Aku tunanganmu, melani sayang"
"Kau mungkin salah orang, tuan. Permisi.", kataku bergegas pergi.
Aku berjalan menuju taksiku yang baru saja tiba. Aku menoleh sekali pada laki-laki itu, dan menutup pintu taksi.
"Aku sudah susah payah melupakanmu, dan kau kembali datang begitu saja. Sembarangan!", omelku dalam hati.

Interview tentang Hati


A friend of mine ever asked me, "why are you still single?"
And I told him, "I've been falling in love with someone for a long time. And, I don't think we could be together, and when I have brave enough to face it with him, he left me"
And he said: "why don't you open your heart to other guy?"
"I don't brave enough"
"then, you must brave enough to take him back or forget him"
"I will," I said.


Temanku bertanya,"Apa yang membuatmu begitu menginginkannya?"
Aku hanya tersenyum dan berkata,"Alasannya sama seperti saat kau begitu menginginkan air saat kau haus"
Ia tertawa dan balik bertanya lagi,"Kalau aku haus, aku tidak akan pilih-pilih air untukku minum"
Aku berpikir sejenak. 
"Tapi hanya dia yang tampak seperti air saat aku kehausan"

"Apa yang akan kau lakukan untuk airmu?", dia bertanya lagi.
"Aku..Aku akan mendapatkannya"
"Kau optimis dan pesimis di satu waktu. Bagaimana cara kau mendapatkannya?"
"Aku..Aku tidak tahu caranya, tapi itu terdengar masuk akal, maka aku akan mendapatkannya."
"Apa yang sudah kau lakukan?
"Aku.. Aku tidak melakukan apa-apa. Aku hanya berharap aku mendapatkannya. Aku.. Aku hanya takut."
"Apa yang kau takutkan?"
"Kau tahu. Saat kita sangat ingin menggenggam air, tak ada yang akan kita dapatkan."
"Air-mu itu mungkin sudah pergi jauh, tapi hujan akan membawanya kembali"
"Sekarang hujan."
"Dan mungkin dia akan kembali"
Aku tersenyum dengan harapan.

"Mengapa kau begitu sedih?", tanyanya di lain waktu.
"Aku menyerah saja"
"Kenapa? Airmu tak kunjung datang?"
"Iya, mungkin sudah diminum orang lain"
"Kusarankan kau untuk mencoba jus, susu, teh atau kopi"

Kali ini aku yang bertanya pada temanku yang bijaksana.
"Apakah aku masih boleh menunggu?"
"Ya, jika kemungkinannya masih ada, dan tidak jika kemungkinannya 0%..."
"Aku rasa kemungkinannya masih ada sedikit"
"Dan jika menunggu itu tidak membuatmu sakit.."
"aku tidak sakit."
"Kau sudah cukup berani ternyata"
"iya, menunggu tidak sakit, tapi melihat airku di botol air minum orang lain, sakit"
Temanku tersenyum.
"Aku akan buatkan teh hangat untukmu", katanya lagi.

Aku dan temanku minum teh sambil menikmati hujan. Ia bertanya lagi.
"Orang yang kemarin, kenapa kau tak suka?"
"Aku tak bilang tak suka. Aku cuma tak menginginkannya. Seperti aku tidak suka minum air soda"
"Kenapa?"
"Hanya tidak cocok denganku"
"Kalau kau sangat haus kau mau meminumnya?"
"Mungkin. Tapi aku tetap saja tidak suka. Seperti saat aku harus minum obat."

"Satu pertanyaan terakhir", kata temanku yang cerewet itu.
"Apapun"
"Saat air yang kau inginkan, yang sekarang ada di dalam botol air minum orang lain, terjatuh dan tumpah ke tanah, apa yang akan kau lakukan?"
"hmmm.. agak sulit kalau ia diibaratkan air karena mungkin ia akan cepat meresap ke tanah atau mungkin akan tercampur dengan debu. tapi aku akan tetap berusaha mendapatkannya kembali dan memastikan ia masuk ke dalam botol air minumku"
"ibaratkan ia sebagai manusia"
"hahaha", aku tertawa. "Aku akan datang padanya, mengobati lukanya dari rasa dicampakkan, membersihkan dia dari bekas orang lain yang pernah memilikinya, dan berjanji tidak akan meninggalkannya"
"Terdengar cukup berani. Tetaplah bermimpi boneka kecil"
"Tidak, aku akan melakukannya. Kau saja yang bermimpi boneka kucingku sayang", senyumku sambil memeluknya.