Naya duduk di samping rumahnya.
Sudah lewat tengah malam, tapi ia tak juga masuk ke rumah. Bahkan lampu di
rumahnya pun tak juga dihidupkan. Naya juga tak bersuara, atau menangis, atau
tertawa. Mungkin Naya sedang tak ingin diganggu. Padahal kemarin petang ia masih
tertawa dengan sebuah balon di tangannya. Gadis kecil dengan badan kurus itu
biasanya pergi mengaji sehabis Isya, tapi ba’da isya tadi, Naya juga tak
datang.
“Pak Nasrul!”, teriak Udin kepada Nasrul yang
sedang duduk menyesap kopi di pangkalan ojek.
“Ada apa, din? Ada apa?”, Nasrul
terperanjat saat namanya dipanggil.
“Atik kemarin ke rumah bapak.
Mungkin bertengkar sama istri bapak. Ah, pasti bertengkar yah”
“Kenapa kasih tau sekarang?”
“Kau tak pulang lagi, rul?”,
tanya Azwan, sesama tukang ojek.
“Ah, sudah mau kucerai dia!”
“Nanti saja pak. Pulang saja
sekarang. Ini tentang Naya”, potong Udin.
Nasrul berlari tergopoh. Rumahnya sudah ramai saat ia
tiba. Lalu, ia jatuh terduduk di dekat Naya. Naya yang memegang balon dengan
kepala mendongak ke atas dan leher nyaris putus.
0 komentar:
Posting Komentar