"Siapa namanya?", tanya Miya padaku.
"Yang mana?"
"Nyonya dengan baju hijau yang tidur di brankar nomor tiga itu", Miya menunjuk.
"Hmm.. Julia kalo gak salah"
"Keadaannya agak aneh yah?"
Aku mengangguk.
"Sekilas mukanya familiar yah, kamu tahu, don?", lanjut Miya lagi.
"Aku gak ingat"
Aku melanjutkan perkerjaanku, melengkapi semua status pasien malam ini.
"Bisa kau panggilkan suaminya, Don?", Miya memanggilku lagi. Ia masih sibuk dengan beberapa pasien di kamar 2. Aku melangkah keluar.
"Keluarga ibu julia!', teriakku di depan ruang bersalin.
Seorang laki-laki berlari tergesa-gesa menghampiriku.
"Anda keluarga ibu julia?",tanyaku memastikan. Ia mengangguk.
Aku mengantarnya ke dalam.
"Bapak, suami ibu julia?", tanya Miya pada laki-laki itu.
"iya, benar bu. Istri saya kenapa?", ia bertanya cemas.
"Saya dokter miya pak, tadi saya sudah periksa ibu julia. Ada sedikit perdarahan dari vaginanya, akan kami obervasi lebih lanjut. Maaf sebelumnya pak, apa sebelumnya ibu julia pernah operasi pengangkatan rahim? ibu julia tidak bisa ditanya dari tadi'
Bapak itu tertunduk. Aku menatapnya dalam-dalam. Ia tidak memberi tanggapan apapun. Seperti ibu julia, dia juga tak bersuara.
"Bapak, tolong bantu kami. Kami disini buat nolong istri bapak", Miya mulai kesal. Wajar saja. Pasien tak berhenti daritadi. Pasien yang tidak kooperatif seperti ini tentu bikin mood rusak.
Aku melihat keraguan di wajah bapak itu. Sepertinya ia menyembunyikan sesuatu.
"Bapak ikut saya", kuajak dia menemui istrinya.
"Saya dokter Doni. Saya dan dokter miya yang bertanggung jawab disini. Bapak lihat kondisi istri bapak. Ibu julia sama sekali tidak ingin kami periksa. Ibu julia juga tidak mau menjawab semua pertanyaan kami. Jadi, tolong bapak bantu kami. Tolong kerja sama bapak", jelasku padanya.
Ia melihat istrinya sesaat. Ibu julia menatapnya dengan mata berkaca-kaca lalu mengangguk lemah.
"Maaf dok. Perkenalkan, saya Sutiyono. Kami pasangan homoseks. Istri saya transgender".
Aku tercengang. Tiba-tiba suara terisak terdengar dari belakangku. Miya berdiri di depan pintu meneteskan air mata. Ia berbalik ke luar. Aku ingat sesuatu sekarang. Aku berlari mengejar Miya.
"Dia..diaa.. Jun, don", Miya terisak di pundakku.
"Aku tau", kataku menenangkannya.
"Dia.. julia itu jun, don. Dia mantanku."
Jumat, 31 Mei 2013
Rabu, 01 Mei 2013
Apa Aku Gila?
A : Kujelaskan kondisiku, autoanamnesis saja, karena tak ada yang bisa menjelaskannya untuk alloanamnesis. Begini, aku sudah merasa gila sejak belakangan ini. Yah, discriminatif insightku masih baik. Aku sadar betul, bahwa ada yang tidak beres di otakku. Ini karena dopamin, kan? Pasti terjadi peningkatan dopamin di sistem mesolimbikku, karena sudah muncul gejala positif yang aku alami. Erotomania, itu waham, kan? yah, aku rasa aku mengidapnya. Dan waham curiga, dan waham cemburu, dan thought insertion. Aku merasa, pikiranku dirasuki. Olehmu, kurasa. Dengan halusinasi auditorik tentu saja. Aku mendengar suaramu. Juga halusinasi visual, aku seperti melihatmu dimana-mana. Pun ilusi. Oh, aku sudah benar-benar gila.
Sekarang aku jelaskan gejala negatifnya. Akhir-akhir ini pun aku jadi malas makan, tidur tak nyenyak. Mereka bilang afekku juga menumpul. Aku masih mandi, yah aku harus siap kalau tiba-tiba kau datang menemuiku kan? Dopamin di mesokortikalku mungkin menurun.
Jangan lewatkan masalah kognitifku. Aku jadi sering melamun, tentang kamu tentu. Nilaiku jadi menurun. Daya tangkapku juga berkurang. Matilah aku.
Jadi, apa diagnosis untuk gejalaku ini? skizofrenia kan?
B : kurasa, kau cuma jatuh cinta.
Surat Cinta Koas Mata
“Selamat pagi pemilik sepasang bola mata yang indah”, kalimat yang selalu kukatakan saat bertemu denganmu.
Kau dan semua media refraksimu membiusku. Kelima lapisan korneamu tak cukup menyaingi tebalnya lapisan cintaku padamu, pun kesepuluh lapisan retinamu.Cintaku banyak padamu, lebih banyak walau kau gabung semua cairan aquos humor dan vitreus.
Indahnya, saat kulihat kau berakomodasi. Cahayamu jatuh tepat di depan retinaku. Membuat visusku kembali 6/6. Sekalipun aku mengalami anomali refraksi, aku tak perlu lensa sferish atau lensa cylindris untuk melihat semua keindahanmu.
Apakah aku harus di fluoresent test, agar kau tau tak ada ulkus dalam cintaku? Atau aku perlu di tonometri, agar kau tau tekanan bolamataku, yang seakan keluar saat menatap matamu? Bahkan aku rela di mydriatil berulang kali, jika saja pupil yang lebar bisa melihatmu dengan lebih jelas.
Aku rela menjadi palpebra agar bisa melindungimu. Aku juga rela menjadi kelenjar lacrimalis agar bisa selalu membasahimu dengan air mata cintaku. Tak perlu kau funduskopi aku, karena cintaku bening padamu, sebening lensa di balik irismu.
Salam penuh kasih
Koas Mata
Langganan:
Postingan (Atom)