Malam itu akhirnya aku memutuskan bertemu dengan June. June adalah mantan sahabatku. Sudah berulangkali ia menguhubungiku. Dia bilang ada sesuatu yang ingin dia katakan. Dia harus bertemu denganku. Dia berjanji menemuiku di bawah bianglala di pasar malam.
Dibanding seperti dongeng, tempat ini lebih seperti mimpi buruk bagiku. Aku jadi teringat pada pacarku, Romi. Tempat ini tempat kencan favorit kami. Pun hotel di depan pasar malam ini. Mengingat semua tentangnya membuatku kembali terluka.
Sudah sekitar 2 jam dari waktu yang kami janjikan, dia tak juga datang. Aku mulai bosan.
"Maza...", suara memanggilku.
Aku menoleh. Tentu saja itu dia, June.
"Jadi apa yang ingin kau katakan? Kau sudah membuatku menunggu sangat lama"
"Aku tak tahu harus mulai darimana..",suaranya agak tersendat.
"Apa?", aku bertanya tak sabar.
"Soal yang waktu itu..", dia berkata takut-takut.
Aku menunggu kata-katanya yang keluar tersendat-sendat. Suara bising pasar malam, membuatku tak mendengar suaranya jelas.
"Ayo kita ke tempat yang lebih tenang", ajakku. June mengikutiku.
Kami tiba di cafe kecil di sudut pasar malam.
"Jadi ceritakan padaku. Aku tak ingin bertele-tele lagi"
"Maza, kau ingat saat kecelakaan waktu itu?"
Aku termenung, mengingat kejadian setahun yang lalu. Waktu itu, aku dan teman-temanku pergi berlibur ke puncak. Mobil yang kami tumpangi tiba-tiba ditabrak dari belakang dan mobil kami terjerumus masuk ke jurang. Saat itu dalam keadaan setengah sadar dan tubuh penuh luka, aku melihat June dan Romi, pacarku. Mereka tersudut di ujung jurang. Aku menarik June yang waktu itu berada tak jauh dari tanganku. Aku berharap June juga dapat menarik Romi, tapi June diam saja. Berulang kali aku dan Romi memohon agar dia menarik Romi, tapi ia tak bergerak. Dia tak mau bukan tak bisa. Akhirnya dengan tubuh penuh luka, aku merayap menggapai Romi. Herannya, saat aku berhasil menggapai Romi, June malah menarikku. Romi yang tak bisa bertahan terjatuh ke jurang yang lebih dalam. Aku tak sanggup lagi mengingat kejadian berikutnya.
"Aku tak mau dengar tentang itu lagi", aku berdiri dan beranjak pergi. Kekesalanku kembali memuncak padanya.
"Maza.. Tunggu..", June menarik tanganku. "kau harus tahu alasanku dulu"
"Apa? Alasan apa yang membuatmu tak ingin menyelamatkan nyawa temanmu sendiri?", aku berteriak padanya. June tertunduk.
"Aku takut kau menyentuhnya"
"Kenapa? Sudah kuduga. Kau pasti naksir dia kan? Kau pasti iri sama kami?", Kuluapkan semua kekesalanku.
"Kita terluka parah saat itu. Kita berdarah"
Aku meronta melepaskan tanganku dari gengamannya.
"kau bisa tertular"
Aku terdiam.
"Apa maksudmu?"
"Dia mengidap HIV-AIDS"
Seketika aku terdiam. Aku pasti sudah tertular.