Kemarin sore, aku mengalami kecelakaan kecil. Kaki kananku ditabrak, diserempet, atau apapun namanya oleh mobil putih berkecepatan tinggi. Kalau saja aku gak noleh dan liat kaki aku yang berlumuran darah dengan jari-jari yang dislokasi, aku gak akan sadar dan tetap pergi ke gramed sama adek. Yang buat aku menangis sejadi-jadinya adalah bentuk kakiku yang hancur. Padahal sebentar lagi pelantikan, aku mau beli sepatu cantik. Dengan kaki begitu, mana mungkin bisa pakai sepatu. Aku yakin pasti salah-satu jarinya patah. Bibiku yang lihat pertama kali waktu aku nyampe rumah juga bilang gitu, bikin aku tambah panik. Ditambah ayuk yang gampang panik, teriak-teriak manggil bapak yang lagi maen sama regan di depan rumah. Dan dalam sekejap, rumah dipenuhi tetangga yang datang melihat kaki hancurku. Perih. Aku gak ingin dilihat dalam kondisi kacau begini.
Itu pertama kalinya aku merasa sakit yang luar biasa. Aku menangis berteriak minta analgesik, minta dirontgen, minta dibius. Kacau. Aku gak pernah sekacau itu. Gak pernah juga nangis sekenceng itu. Habislah imageku di mata semua tetanggaku. AKu betul-betul tampak seperti makhluk lemah. Aku tidak suka. Beberapa tetangga manggil tukang urut. Sore itu, dalam hitungan menit saja sudah ad 2 tukang urut yang datang ke rumah. Tukang urut yang pertama datang, takut ada bagian yang patah, dan lagi darahnya masih mengalir. Akhirnya datang satu orang lagi. Rasanya luaaaar biasaa sakiiiit. Ayuk dan mama bergantian memelukku. Bapak dan beberapa tetangga memegangi kakiku yang meronta-ronta.
Selesai perkara urut mengurut. Kakiku bengkak, biru dan gak cantik. Tara yang memang berjanji menginap malam itu datang. Masih banyak hal yang harus kami urus, untuk daftar pelantikan dan wisuda, jadi mau tak mau aku harus pergi. Aku gak suka merepotkan sebenarnya, tapi seharian ini aku terus-terusan merepotkan tara. Dan yang aling aku gak suka, tatapan orang-orang.
Pertama saat aku di Indralaya. Saat masuk perpustakaan untuk menyerahkan skripsi, aku berjalan dengan tertatih dan sedikit pincang menaiki tangga. Dua orang bapak-bapak berkomentar di belakangku. Melihatku kasihan dan bilang hati-hati padaku. Mereka bersimpati. Aku terima, tapi tak suka. Mereka seperti melihatku kasihan.
Lalu sepulangnya, aku diturunkan Tara di kost tara untuk beristirahat dulu. Tara memang malaikat. Aku tau tara sangat peduli, tapi aku tak mau merepotkan. Dan aku tak suka apa yang aku lakukan tadi. Kelihatan lemah.
Saat makan siang tadi juga begitu. Baru beberapa langkah aku mask restoran, orang-orang langsung melihat aku. Melihat kakiku. Ada yang salah dengan orang pincang? Aku tak suka pandangan itu. Jangan kasihani aku! Aku jadi berpikir, jangan-jangan selama ini aku juga sering memperhatikan orang-orang dengan kekurangan fisik di dekatku. Aku jadi mengerti perasaan mereka. Maaf yah. Aku jadi banyak belajar. Terima kasih, ya Allah. :)
3 komentar:
malam minggu 18/05/2013
seumur hidupku,,ku baru kali ini ku menghabiskan malam minggu bersama,,bukan malam minggu,tapi benar benar dari hari sabtu, malam minggu sampai ketemu hari minggu,,hahahaha
banyak hal yang yg kita obrolin,,ya salah satunya certia diatas :-)
Temen jaga : iyah, cerita kaki ini jadi pengisi malam minggu kita yah, hahaha. Besok-besok ngobrol yg lebih berbobot aj yah. Hahaha
hahaha,,,siapakah anda wahai anonim? nampaknya aku tahu siapa dirimu
Posting Komentar