Seekor Angsa penunggu kolam di tengah
hutan terbangun tiba-tiba di suatu subuh. Di depannya tampak sekeluarga rubah
yang menangis kacau. Salah seorang dari rubah itu terluka kakinya. Si rubah
yang sakit meringis kesakitan. Rubah-rubah yang lain tak tahu harus berbuat
apa. Angsa adalah satu-satunya tabib di hutan itu. Angsa ingat ada tanaman di
sisi selatan hutan yang bisa menyembuhkan luka si rubah. Ia mohon diri pada keluarga
rubah yang masih panik. Ia terbang rendah ke luar hutan, mengambil beberapa
helai daun obat dan kembali ke tempat keluarga rubah. Ia memohon izin untuk
membantu si rubah malang. Beberapa keluarga rubah masih sibuk menangis bersama
si rubah yang terluka. Angsa menaruh tanaman obat itu di kaki si rubah.
Selama beberapa hari, Angsa
merawat si rubah yang terluka. Hingga hari ke sepuluh, si rubah sudah dapat
berjalan lagi seperti semula. Keluarga rubah benar-benar bahagia. Mereka pergi
setelah mengucapkan terima kasih pada sang angsa.
Baru beberapa jam keluarga rubah itu
berjalan, tiba-tiba segerombolan singa datang menerkam mereka. Keluarga rubah
berlari menyelamatkan diri. Sialnya, yang tertangkap adalah rubah yang kakinya baru saja sembuh. bukan karena ia berlari paling akhir, tapi karena kebetulan salah seekor singa berhasil menangkapnya. Setelah satu rubah tertangkap, Singa berhenti mengejar yang lain. Keluarga rubah kembali berduka. Dalam duka yang
dalam, mereka kembali ke tengah hutan.
Di tengah jalan, keluarga rubah
bertemu dengan tuan kancil. Tuan kancil yang melihat muka murung mereka
akhirnya bertanya, “wahai keluarga rubah, ada apakah gerangan? Kalian tampak
begitu sedih?”
“Saudara kami baru saja diterkam
singa, tuan kancil”, jawab salah seekor rubah.
“Sungguh malang sekali nasibnya,
jika saja ia berlari lebih cepat mungkin ia masih berada di antara kalian
sekarang”, kata Tuan kancil iba.
“Iya, mungkin karena beberapa
hari yang lalu kakinya terluka”
“Benarkah? Pantas saja. Aku turut
berduka atas kepergian keluarga kalian”
“Tapi tuan, kakinya sudah sembuh”
“Wah, siapa yang bilang? Ia tak
benar-benar sembuh kurasa. Buktinya ia tertangkap singa”
“Angsa yang bilang, tuan. Rubah,
saudara kami sudah bisa berjalan seperti semula saat itu”
“hahaha, dia akan berada disini
sekarang kalo dia benar-benar sembuh”, tawa Tuan Kancil.
Keluarga rubah jadi berpikir
lagi. Benar juga kata Tuan Kancil. Dengan penuh amarah keluarga rubah
mendatangi Angsa.
“Angsa! Dasar kau pembunuh!”,
teriak keluarga rubah.
“Ada apa ini?”, tanya sang Angsa
yang tiba-tiba didatangi keluarga rubah.
“Kalau saja kau tak bilang kalau
rubah saudara kami sudah sembuh, dia tak akan mati sekarang”
“Apa? Dia mati. Tapi, kenapa? Dia
sudah benar-benar sembuh saat itu”
“Tidak, dia diterkam singa.
Gara-gara kau, angsa sialan!”, amarah mereka masih meletup-letup.
“Tapi bukankah ia diterkam singa
bukan karena ia sakit?”
“kalau saja saat itu ia masih
dibiarkan beristirahat disini, tentu ia masih hidup.
“Kami tak mau tau, ini semua
salah anda, Angsa”
Keluarga rubah makin terbakar
emosinya. Angsa yang terpojok sudah tidak didengarkan lagi. Lalu mereka
beramai-ramai menerkan sang Angsa. Rasanya ini adalah curhat yang tak tersampaikan. Rumor yang sedang ramai beredar ini, tentu tidak bisa disamakan seperti fabel di atas, tapi setidaknya bisa mewakili perasaan kita, sesama orang awam. jadi layakkah bila keluarga angsa marah? sang angsa yang dimintai tolong, yang menolong tanpa pamrih, justru dibunuh oleh keluarga rubah. bukankah salahnya ada pada singa yang memakan saudara rubah? atau ini sudah nasib rubah yang malang? mengapa angsa yang disalahkan?
apa yang anda lakukan bila anda salah seekor dari keluarga rubah? Apa pula yang kalian lakukan bila anda salah seekor dari keluarga Angsa?